Banner 468 x 60px

 

Sabtu, 05 Maret 2022

MEMAKNAI TULISAN

0 komentar

Salah satu cara menghindari plagiasi adalah memaknai setiap kalimat demi kalimat yang kita tulis. Mengapa? Karena setiap kalimat yang kita maknai pasti berbeda dari orang lain. Kalaupun sama, tentu tidak akan sama persis. Kekuatan memaknai membawa tulisan kita kepada apa yang disebut dengan original. 

Saat ini, era yang semakin canggih telah menciptakan aplikasi yang membantu pengecekan plagiasi dari sebuah tulisan. Salah satu yang paling 'sadis' adalah Turtinin. Pengecekan dengan aplikasi ini menghasilkan tingkat plagiasi yang lebih tinggi dibanding hasil pengecekan dengan menggunakan aplikasi lain, seperti Plagiarism Checker. Perbedaannya lumayan jauh. 

Pada tulisan kali ini, saya mau fokus pada pemaknaan kalimat dalam tulisan. Misalnya, jika kita merangkai kalimat, upayakan agar kalimat tersebut nyambung dengan kalimat sebelumnya. Beberapa tips yang sekiranya perlu kita perhatikan untuk menghindari plagiasi:

  1. Pharaprase. Gunakan bahasa kita sendiri. Janganlah coba-coba untuk meng-copy-paste kalimat dari sumber apapun. Sebagai alternatifnya, kita dapat meng-kalimatkan kembali kalimat tersebut. Istilah umumnya adalah parafrase.
  2. Depth Read. Membaca mendalam. Menggali apa yang kita baca sampai kita benar-benar mengerti. 
  3. Understand. Cobalah untuk memahami kalimat demi kalimat yang sudah kita ketikkan. Jangan sampai Anda sendiri tidak paham. 
  4. Be brave to sounding our argument. Kalimat kita tidak mungkin sama seperti kalimat orang lain. Untuk itu, pakailah kalimat kita. Beranilah mengungkapkan argumen kita di dalam teks. 
Sedapat-dapatnya kita harus berupaya agar argumen kita yang menguasai isi artikel kita. Mengapa? Karena artikel akan dipublikasikan atas nama kita, jadi jangan takut untuk mengutarakan argumen kita. Hanya saja kita perlu membaca banyak sebelum berargumen.

Saya teringat pengalaman ketika belajar di bangku S2 kala itu. Kita disuruh membaca artikel jurnal sebanyak-banyaknya sebelum menulis tesis. Benarlah adanya. Sebelum berargumen kita perlu banyak membaca. Ini membantu kita untuk melakukan pemaknaan yang mendalam terhadap kalimat demi kalimat yang kita tulis. Iya, menghindari plagiasi. Seperti saya yang menulis pada moment ini pun saya mencoba untuk memaknainya sebegitu rupa sehingga saya memahaminya sebelum orang lain membacanya. 

Menulis dan meneliti membutuhkan investasi waktu yang sangat besar. Ini proses yang sangat panjang. Banyak sekali pengalaman para profesor yang jatuh bangun dalam proses ini. Namun karena ketekunan adalah kesukaan mereka maka gelar profesor bisa diraih. Seorang profesor dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bapak Muh. Firdaus pernah membagikan pengalamannya di forum Kuliah Umum Online (Kulon) Ekonometrika. Beliau sudah terbiasa dengan penolakan dari berbagai jurnal. Itu perjalanan awal. Biasa itu. Namun karena kecintaannya pada menulis dan meneliti maka beliau tidak berhenti saat mengalami penolakan demi penolakan. Beliau terus mencari tahu letak kesalahan yang membuat Editor Jurnal menolak artikelnya. 
Proses ketekunan inilah yang membuat beliau sarat dengan pengalaman.

0 komentar:

Posting Komentar